Sabtu, 10 November 2012

Memaknai Hari Pahlawan

bung-tomo2
Hari ini bertepatan tanggal 10 November, dimana hari ini adalah  hari momentum  yang sangat bersejarah terutama untuk bangsa Indonesia. Seperti dikatakan pepatah” bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya”. Dimana pada tanggal tersebut 66 tahun silam para pahlawan kita gugur dalam mempertahankan kedaulatan negara yang hendak dirampas oleh tentara belanda yang bertempat di Surabaya. Dalam pertempuran itu banyak para pahlawan yang jatuh berguguran. Sehingga bung Karno menyebutnya peristiwa tersebut merupakan peristiwa heroic.
Pada waktu itu berbagai kota di Surabaya ditembaki bom, sangat tidak berprikepmanusiaan tembakan meriam dari laut maupun darat bahkan ribuan orang meninggal. Namun semangat dan nilai patroitisme juga terus berkobar. Selain  kiyai-kyai jawa seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya turut mengerahkan santri-santri mereka untuk memperjuangkan Surabaya. Dalam peristiwa ini kita juga mengenal pelopor muda yakni  bung Tomo dan lainnya. Dengan semangat dan kegigihannya bung Tomo memberikan semangat melalui pidatonya:
\"pidato-bung-tomo1\"pidato-bung-tomo2
Nilai-nilai kepahlawanan itu yang seharusnya  menjadi semangat juang untuk generasi penerusnya. Bukan hanya peringatan simbolik saja, namun juga harus di maknai dengan nilai-nilai juang serta semangat  yang ditularkan para pahlawan untuk generasi mendatang. Surabaya menjadi saksi kepahlawanan, itu sebabnya untuk mengenang para pahlawan yang gugur dipertempuran kota ini membangun Monumen Tugu Pahlawan.
\"tugu-pahlawan\"tugu-pahlawan1
Persisnya monumen ini berada di tengah-tengah kota, tepatya di jalan Pahlawan Surabaya, dan di dekat kantor Gubernur Jawa Timur. Tujuan didirikann monumen ini adalahtentunya untuk mengenang para pahlawan yang berjuang di Surabaya. Lewat Video ini mungkin bisa mengingatkan kembali setidaknya bagaimana giginya para Pahklawan kita untuk mempertahankan Bangsa dan Negara ini dari tangan penjajah.

Peristiwa ini juga sangat dimaknai besar oleh indonesia, Peristiwa berdarah ini harusnya menjadi pembelajaran bagi bangsa dan juga diri kita sendiri. Semangat  juang sampai titik darah penghabisan pahlawan arek-arek suroboyo kiranya mampu membuktikan kita semua akan jiwa kepedulian dan kebersamaan antar sesama bangsa Indonesia.

Senin, 29 Oktober 2012

Menanam Nasionalisme

Untuk meningkatkan rasa nasionalisme siswa terhadap tanah air dan bangsa  melalui pelajaran menyanyi. Dalam rangka  menyikapi  semaraknya lagu-lagu yang tersebar di masyarakat saat ini  dan rendahnya kemampuan  siswa untuk menyanyikan lagu-lagu  wajib.
Guru benar-benar kesulitan untuk memberikan materi  tentang menyanyi terutama lagu-lagu wajib yang dapat menggugah semangat para siswa serta untuk menanamkan rasa memiliki dan bertanggung jawab untuk menjaga  tanah air dan bangsa. Keadaan yang terjadi saat ini di lingkungan tempat tinggal siswa, mereka lebih menyukai  lagu-lagu bukan lagu wajib ( katakan lagu-lagu ndang ndut , campursari) yang mayoritas penyanyi orang dewasa. Sehingga ketika guru memberikan  pelajaran  lagu-lagu tersebut rata-rata siswa menerima dengan pasif dan tidak berminat  sama sekali .
Bagaimana cara kita untuk menanamkan lagu-lagu yang berisi tentang  kecintaan pada tanah air yang penuh heroik bisa disenangi  oleh siswa. Kenyataan yang kita hadapi,  siswa  dengan mudahnya menyanyikan lagu-lagu  yang disenangi masyarakat luas. Siswa kurang memahami bahwa lagu tersebut kurang mendidik,  dari syair-syairnya sama sekali tidak ada unsur pendidikannya. Bahkan  terkesan hura-hura. Orang tuapun kelihatannya bangga kalau anak-anaknya  bisa menyanyi sendiri tanpa ada bimbingan, juga saat tertentu  anak-anak tersebut  tampil dengan senang hati untuk menyanyikan lagu-lagu dengan gaya dan penampilan yang kurang sesuai dengan usianya yang masih di bawah umur (tingkat TK atau SD). Untuk menyikapi hal hal tersebut adalah tugas guru sebagai pendidik untuk mencegah, mengurangi dan mengarahkan siswanya sesuai porsinya.
Bagaimana langkah-langkah kita untuk  menyikapinya. Diantaranya memberikan pelajaran menyanyi di sekolah sesuai porsi, dengan memberikan pembiasaan mendengarkan lagu-lagu wajib lewat tape recorder yang tersebar lewat pengeras suara tiap-tiap kelas, ketika jam-jam istirahat dan dilakukan setiap hari, dengan cara pembiasaan mendengarkan lambat laun anak akan hafal dan memahami dengan sendirinya, tiap pagi sebelum pelajaran dimulai dibiasakan menyanyi bersama salah satu lagu wajib, diadakan lomba paduan suara maupun menyanyi solo antar sekolah atau lomba di tingkat desa pada saat peringatan HUT Kemerdekaan an lain sebagainya. Dengan langkah-langkah tersebut  memang sekolah dituntut untuk menyedikan fasilitasnya, juga tidak bosan-bosannya guru harus selalu aktif memberikan  bimbingan dan evaluasi  misalnya  menyanyi di kelas dan dinilai .
Adanya  kerja sama dengan orang tua murid agar selalu memantau putra-putrinya  dalam hal menyanyi. Sungguh  sangat memprihatinkan jika lagu-lagu wajib karya para composer terkenal Indonesia tenggelam  tertimbun oleh lagu-lagu bersair cinta romantis antar anak muda yang marak terjadi di masyarakat.
 Sebagai  pendidik, kita jangan hanya menyalahkan sepihak,  kita harus berintrospeksi sudahkah kita memberikan  pelajaran menyanyi dengan tepat ? di samping itu  pelajaran menyanyi apak sudah diberikan sesuai  dengan jadwalnya? Yang kadang pelajaran kesenian dikalahkan oleh pelajaran yang diujikan secara nasional.
Perlu kiranya  menjelaskan isi syair-syair yang tertulis pada lagu-lagu wajib. Lagu  wajib berisikan atau menggambarkan  tentang keadaan Negara kita yang makmur, kaya raya  sehingga kita bisa menanamkan pada diri anak didik kita untuk memiliki rasa kebanggaan, kelebihan -kelebihan yang tidak dimiliki oleh Negara lain. Kalau  perasaan itu telah tertanam dalam jiwanya tentu sedikit demi sedikit mempunyai rasa untuk

selalu memelihara dan mempertahankan terhadap tanah air tercinta .
Penanaman  rasa nasionalisme pada siswa melalui menyanyi, menjadi hal yang sangat mendesak untuk dilaknasakan di lingkungan dunia pendidikan saat ini. Rasa nasionalisme generasi muda sekarang yang sudah hampir luntur terkikis oleh peradaban perlu dipupuk lagi.  Sesuai  dengan dunianya dan dengan suasana yang menyenangkan pula maka anak-anak bangsa  akan dapat mewarisi rasa nasionalisme  sebagai pengembangan dan penguatan pembentukan karakter bangsa.
 Kita yakin dan percaya, bahwa tiap pendidik mempunyai cara-cara atau trik tersendiri bagaimana agar pembelajaran menyanyi  bisa berhasil. Hal ini merupakan salah satu tantangan bagi para pendidik. Sebagai sebuah strategi atau  cara untuk mengantisipasi agar anak-anak tidak menyanyikan lagu-lagu yang berkembang di masyarakat yang sifatnya kurang mendidik.
Mencegah agar jangan  sampai ketika  anak-anak disuruh menyanyikan salah satu lagu wajib dengan pedenya menjawab ( ndak bisa bu guru, sulit). Maka marilah kita budayakan bersama-sama  saling mengingatkan dan meningkatkan  rasa nasionalisme  melalui menyanyi lagu lagu wajib.
Inilah  adalah tugas kita, sebagai pendidik, kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi?.  Jangan sampai merasa bosan memberikan teladan untuk generasi penerus bangsa  menuju masa  depan yang penuh tantangan menuju negara maju yang  berkepribadian.  Mari  kita memberikan kebiasaan kepada anak didik kita untuk menyenangi, menyukai, bahkan menghormati lagu-lagu wajib dan lagu nasional kita. Dengan begitu berarti kita ikut mengangkat harkat dan martabat bangsa di mata dunia. Semoga …..

Minggu, 28 Oktober 2012

Memaknai Sumpah Pemuda, Bukan Sumpah Serapah

Peristiwa delapan puluh tiga tahun silam itu juga menjadi bukti otentik perjuangan panjang pemuda Indonesia, suatu kebulatan tekad untuk mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia dan menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaan saat itu.
Panjang lebar Moehammad Yamin menuliskan Rumusan Sumpah yang kemudian dibacakan pertama kali oleh Soegondo. Setidaknya, Heroisme Sumpah Pemuda delapan puluh tiga tahun silam itu dijadikan spirit bagi generasi muda sekarang dalam membangun negeri ini menuju negara yang besar dan disegani.
Memang harus kita sadari, setiap generasi memiliki persoalan dan tantangan berbeda. Musuh utama bangsa pada zaman itu adalah penjajah. Semangat heroisme mengusir penjajah dan merebut kemerdekaan, menjadi pekik yang tak terhenti disuarakan bahkan tertuliskan di tembok-tembok.
Kini zaman sudah berbalik, tantangan kini berbeda dan lebih sulit yakni mempertahankan apa yang telah diperjuangkan pemuda pemudi Indonesia delapan puluh tiga tahun silam yakni satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa.
Semangat Sumpah Pemuda harus menjadi inspirasi bangsa untuk terus bangkit, meraih kejayaan seperti yang pernah terukir di persada nusantara ini. Tantangan sekarang memang lebih beragam wujud dan coraknya, termasuk berbeda kuantitas dan kualitasnya. Korupsi, kemiskinan dan keterbelakangan merupakan deretan persoalan bangsa yang tak berujung.
Bangsa ini juga mengalami problem ketidakpercayaan diri, sebuah bangsa tanpa kepercayaan diri tentu tidak menghasilkan produk-produk unggul. Keunggulan hanya diraih, jika suatu bangsa memiliki kebanggaan terhadap bangsa dan negerinya sendiri.
Pandangan sinis terhadap negara, tentu merendahkan derajat dan martabat Indonesia dalam pergaulan antar bangsa. Inferioritas Indonesia dewasa ini menuntut kehadiran pemuda-pemuda yang cepat, tanggap dan trengginas. Pemuda yang tidak terhipnotis euforia politik yang penuh dengan cerita heroisme jalanan. Bangsa ini sesungguhnya membutuhkan semangat pemuda yang memberikan konstribusi moral, kultural dan intelektual yang diwujudkan dalam program konstruktif.
Heroisme Sumpah Pemuda tidak sebatas koreksi bagi bangsa, tetapi sebagai penyadaran posisi jati diri bangsa secara kultural dalam persepsi kewilayahan tanah dan air Indonesia. Dari kekuatan kesadaran sebagai penghuni negara kepulauan, akan lahir ketajaman visi dan strategi yang cerdas kreatif sesuai amanah Sumpah Pemuda: satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa yang bernama Indonesia.
Definisi Pemuda
Berbagai definisi pernah mengemuka dan tercatat apik tentang pemuda, ditinjau dari segi fisik dan psikis, pemuda sering dikaitkan dengan usia produktif atau semangat yang menggelora.
Princeton mendefinisikan kata pemuda (youth) dalam kamus Webstersnya: “The time of life between childhood and maturity, early maturity. The state of being young or immature or inexperienced, the freshness and vitality characteristic of a young person”. World Health Organization (WHO) menggolongkan usia 10-24 tahun sebagai young people, remaja (adolescence) berusia 10-19 tahun. Di Kanada justru menerapkan: “After age 24, youth are no longer eligible for adolescent social services”.
Dalam bahasa Al-Qur’an pemuda diterjemahkan dalam konteks sifat dan sikap. Pemuda dinilai memiliki standar moralitas (iman), berwawasan, optimis dan teguh dalam pendirian serta konsisten dalam perkataan. Kisah Ash-habul Kahfi, disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai pemuda-pemuda yang optimis, teguh dalam pendirian dan konsisten dalam perkataan (QS.Al-Kahfi:13-14). Pemuda juga digambarkan sebagai sosok yang tidak kenal putus asa, pantang menyerah apalagi mundur sebelum mencapai cita-cita seperti diperankan pemuda (Nabi) Musa kepada muridnya (QS.Al-Kahfi:60).
Pemuda Lupa Amanah
Kalau kita kembali mengingat secara garis besar amanah Sumpah Pemuda, satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa yang bernama Indonesia, tentu sudah terjadi kepunahan. Lahirnya kelompok-kelompok massa kepemudaan berbasis suku, justru menjadi pemicu perpecahan.
Tak jarang kita mendengar perang antar suku, bentrokan antar ormas yang pemicunya hanyalah perebutan daerah kekuasaan atau hal-hal yang dianggap sepele lainnya. Belum lagi bentrokan antar pelajar yang dari hari kehari terus menghiasi pemberitaan media. Sampai hal yang paling memalukan, bentrokan antar mahasiswa.
Sungguh ironis, ironis dikala mengingat sejarah yang ada delapan puluh tiga tahun silam. Pemuda dari berbagai suku dan etnis bersatu melawan penjajah demi mencapai kemerdekaan Indonesia. Para pemuda turun ke medan perang melawan penjajahan, baik dengan pemikiran mau pun dengan mengorbankan darahnya.
Dengan bergesernya perubahan masa dan waktu, lalu apa yang harus diperjuangan pemuda saat ini hingga dunia hancur punah?
Pemuda harus mempertahankan tanah air dan bangsa. Tak hanya mempertahankan dalam arti menjaga kedaulatan NKRI dengan tenaga dan darah melalui peperangan antar Negara, tetapi bersatu, berangkulan, bersama-sama meningkatkan perekonomian dan pendidikan, menjaga marwah bangsa juga termasuk dalam mempertahankan tanah air dan bangsa.
Betul bila dikatakan masih banyak kemiskinan di Indonesia, tapi apakah pemuda Indonesia harus ikutan merengek-rengek atas kemiskinan?
Tentu tidak, sebahagian pemuda Indonesia justru berperang melawan kemiskinan dan keterpurukan dunia pendidikan.
Sebagai contoh, 6 mahasiswa Universitas Indonesia yang kreatif coba mendirikan suatu yayasan yang diberi nama Nalacity Foundation. Enam mahasiswa yg terdiri Fiza, Yofita, Alfi Syah, Ari dan Fahry ini tergerak membantu para mantan penderita kusta. Para mantan penderita kusta, warga desa Tangerang, Banten itu dibantu dan diberdayakan dalam membuat dan memasarkan hasil karya mereka  yg berupa jilbab atau kerudung buat wanita muslim. Hingga kini karya para wanita penderita kusta itu sudah merambah hampir di seluruh wilayah indonesia karena dipasarkan melalui sistem online oleh Nalacity Foundation.
Kemudian ada lagi, mahasiswa Universitas Gajah Mada, Yogyakarta yang tergabung dalam gerakan Kammi Mengajar. Mereka mengajar dan memberi pendampingan kepada warga korban letusan gunung merapi cara mengolah dan memasarkan ikan lele dengan mengolahnya menjadi nuget lele, kripik lele dan abon lele. Dengan demikian para warga korban letusan gunung Merapi itu mendapatkan nilai lebih dari sekedra menjual ikan lele mentah.
Lalu ada juga pasangan muda Wahyu Aditya dan Arie Octaviani, pasangan suami istri ini benar-benar kreatif dan produktif. Mereka menggagas dan mendirikan Distro KDRI alias Kementrian Desain Republik Indonesia. KDRI ini membuat dan mengumpulkan hasil desain anak-anak muda Indonesia mengenai nasionalisme. Hasil karya itu bisa berupa kaos yg unik, komik dan animasi. Hingga kini KDRI menurut Adit, telah memiliki ribuan fans dan followers di seluruh dunia.
Dibidang pendidikan ada Eymus H Tabuni (26), sejak 4 tahun lalu ia memutuskan untuk memberikan pelatihan membaca dan menulis bagi warga kampung Milinik, Kelurahan Inikombe, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Eymus hanya menerima honor Rp 300 ribu dan beras 25 kilogram setiap 6 bulan. Keputusannya ini didasari keprihatinan tingginya angka buta aksara di wilayah itu. Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Budi Bakti, menjadi tempat Eymus mengabdi.
Eymus, lulusan Teknik Pertambangan Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ), menjadi tutor mengajar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), paket A, B, dan C sejak PKBM tersebut baru berdiri. Mereka yang belajar di tempat sederhana ini terdiri dari anak-anak, dewasa, bahkan orang tua. Ada yang putus sekolah, ada pula yang belum pernah mengecap bangku sekolah.
Saat ini, peserta didik di PKBM Budi Bakti hampir mencapai 100 orang dan didominasi oleh para wanita yang berasal dari berbagai desa.
Eymus berharap, apa yang ia lakukan saat ini kelak berbuah manis. Harapannya sederhana: membuat warga di kampungnya lebih berwawasan, atau paling tidak menguasai baca tulis dan berhitung.
“Saya berharap kampung ini melek huruf, dan lima tahun ke depan mempunyai perubahan,” kata Eymus.
Kisah-kisah diatas hanya beberapa contoh dari apa yang telah dilakukan pemuda pemudi Indonesia dalam mempertahankan tanah air dan bangsanya. Bila pemuda Indonesia bersatu dan bersama-sama melakukan kreatifitas dan mengembangkannya, sudah barang tentu lambat laun kemiskinan di Negara kita akan terkikis tanpa mengharapkan uluran tangan.
Sumpah pemuda kini seharusnya, Pertama, Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bersatu untuk mengembangkan perekonomian dengan kreatifitas dan mencintai produksi anak bangsa Indonesia.Kedua, Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang bersatu mengembangkan pendidikan anak bangsa Indoneisa. Ketiga, Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung tinggi persaudaraan sesama bangsa untuk kemajuan Indonesia. Keempat, Kami Putra dan Putri Indonesia, berjanji tidak akan merengek-rengek atas kemiskinan untuk mendapatkan sesuatu yang instan demi marwah dan martabat bangsa Indonesia. ***
Sumber : kompasiana.com

Sabtu, 27 Oktober 2012

Pendidikan Karakter Berbasis Akhlak

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara” ( UU SisDikNas, BAB I : pasal 1 ayat 1 ).
Dari pengertian di atas, jelas sekali bahwa pendidikan tidak hanya bertitik berat pada kecerdasan intelektual saja melainkan juga pembentukan karakter anak. Pendidikan tidak hanya sekedar proses belajar guna mengejar kecerdasan tetapi juga harus mengembangkan potensi lain yang dimiliki peserta didik dan mendapat perhatian dari pendidik agar dapat berkembang secara optimal.
 Pendidikan karakter anak harus dikembangkan di sekolah-sekolah, khususnya di Sekolah Dasar yang merupakan  dasar pembentukan karakter atau kepribadian anak agar saat mereka dewasa mempunyai akhlak yang baik (akhlakul kharimah).
Fenomena yang terjadi saat ini, anak kurang mengerti sopan santun dalam berbicara dan bersikap kepada guru, orang tua ataupun orang yang lebih tua. Nilai kesopanan seakan-akan mulai luntur di masyarakat kita, khususnya generasi penerus bangsa. Hal inilah yang harus menjadi “koreksi” kita sebagai seorang guru dan juga didukung oleh peran orang tua dalam membentuk karakter anak.
sangat penting dalam pembentukan karakter siswa, khususnya di tingkat Sekolah Dasar karena anak cenderung menuruti apa yang diperintahkan dan diucapkan sang guru kepada mereka. Anak di tingkat Sekolah Dasar lebih mengagumi, mempercayai dan bahkan meniru apapun yang dilakukan gurunya dibandingkan orang tua mereka.
Oleh sebab itu, pendidikan karakter lebih tepat ditanamkan kepada anak saat mereka duduk di bangku Sekolah Dasar . Hal ini juga dipertegas oleh Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh yang menyatakan pendidikan karakter akan semakin dikuatkan implementasinya di semua jenjang pendidikan sejak tahun ajaran baru 2011/2012 yang dimulai pada Agustus nanti. (dikutip dari koran Tempo tanggal 3 Mei 2011).
Pendidikan karakter tidak hanya menunjukkan kepada anak mengenai perilaku mana yang benar maupun yang salah, tetapi juga menanamkan kebiasaan dan pemahaman anak sehingga mereka dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun di masyarakat.
Pendidikan karakter berkaitan erat dengan moral dalam proses pembentukan atau perubahan akhlak peserta didik yang dapat diaktualisasikan dengan menerapkan nilai-nilai kejujuran, kesopanan, keadilan, kedisiplinan, tanggung jawab dan lain sebagainya. Di samping itu juga dapat ditanamkan nilai-nilai luhur bangsa kita yang saat ini mulai luntur, misalnya nilai gotong royong, kerjasama dan toleransi khususnya toleransi antar umat beragama.
 Begitu pentingnya pembentukan karakter anak di tengah situasi negeri dimana generasi penerus bangsa banyak yang terjebak kasus narkoba, tawuran antar pelajar, terlibat genk motor, perkelahian, seks bebas dan juga peristiwa lain yang dapat merusak moral generasi penerus bangsa. Jika kita pandang lebih jauh, sepuluh tahun atau dua puluh tahun mendatang Negara kita akan terpuruk jika generasi penerusnya memiliki karakter yang jauh dari kepribadian yang bermartabat dan berakhlak mulia.
Dari fenomena-fenomena yang dipaparkan di atas, jelas sekali para orang tua akan merasa khawatir dengan masa depan anak mereka kelak saat dewasa. Para orang tua tidak ingin akhlak anak mereka merosot dan tidak bermartabat yang jauh dari  karakter bangsa kita yang mempunyai nilai-nilai luhur berdasar Pancasila. Oleh karena itulah, pendidikan karakter berbasis akhlakul kharimah harus diterapkan dimanapun berada, tidak hanya di lingkungan keluarga tetapi juga di sekolah-sekolah, khususnya di tingkat Sekolah Dasar.
Di lingkungan keluarga misalnya dengan cara mengajarkan sopan santun berbicara dan bersikap yang baik serta orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anaknya. Selain itu juga dapat dilakukan dengan memasukkan anak ke sekolah non-formal untuk mendapat pendidikan agama (disamping pendidikan agama yang diperoleh  anak di sekolah) misalnya TPA. Penerapan pendidikan karakter berbasis akhlak di sekolah dapat dilakukan dengan menambah ekstrakurikuler keagamaan, kepramukaan dan penanaman budi pekerti dalam kurikulum sekolah serta mengimplementasikan langsung dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) mengenai nilai-nilai luhur bangsa kita yang berdasarkan Pancasila.
Di samping upaya di atas juga diperlukan adanya peran serta orang tua, guru serta masyarakat dalam mendukung terwujudnya pembentukan karakter anak yang berbasis akhlak agar kelak saat mereka dewasa akan menjadi manusia yang tidak hanya cerdas di bidang intelektual tetapi juga cerdas di bidang spiritual.
Dengan demikian Negara kita akan menjadi Negara yang bermartabat yang mempunyai generasi penerus bangsa yang bermartabat pula sehingga tidak akan dipandang sebelah mata oleh Negara lain serta dapat terwujudnya  Tujuan Pendidikan Nasional.

Selasa, 23 Oktober 2012

Seni Musik Dalam Perspektif Islam


Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, yang dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), indera pengelihatan(seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama)

Ketika kita berbicara tentang seni, maka yang terlebih dahulu dibicarakan adalah keindahan. Sudah menjadi fitrahnya manusia menyukai keindahan. Seorang ibu akan lebih berbahagia jikalau ia dikaruniai anak yang indah fisiknya, baik rupa ataupun jasmaninya. Seseorang akan lebih memilih rumah yang indah serta mengenakan pakaian-pakaian yang indah ketimbang semua itu dalam kondisi biasa-biasa saja ataupun  buruk. Demikian halnya dengan nyanyian, puisi, yang juga melambangkan keindahan, maka manusia pun akan menyukainya.

Allah itu indah dan menyukai keindahan. Inilah prinsip yang didoktrinkan Nabi saw., kepada para sahabatnya. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda :
“Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terbetik sifat sombong seberat atom.” Ada orang berkata,” Sesungguhnya seseorang senang berpakaian bagus dan bersandal bagus.” Nabi bersabda,” Sesungguhnya Allah Maha Indah, menyukai keindahan. Sedangkan sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim).

Bahkan salah satu mukjizat Al-Qur’an adalah bahasanya yang sangat indah, sehingga para sastrawan arab dan bangsa arab pada umumnya merasa kalah berhadapan dengan keindahan sastranya, keunggulan pola redaksinya, spesifikasi irama, serta alur bahasanya, hingga sebagian mereka menyebutnya sebagai sihir.

Maka manusia menyukai kesenian sebagai representasi dari fitrahnya mencintai keindahan. Dan tak bisa dipisahkan lagi antara kesenian dengan kehidupan manusia.

Namun bagaimanakah dengan fenomena sekarang yang ternyata dalam kehidupan sehari-hari nyanyian-nyanyian cinta ataupun gambar-gambar  seronok yang diklaim sebagai seni oleh sebagian orang semakin marak menjadi konsumsi orang-orang bahkan anak-anak ? Bagaimanakah pandangan Islam terhadap hal-hal tersebut ?

Sebaiknya kita kembalikan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.  Bahwa dalam Al-Qur’an disebutkan :
“Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu sebagai olok-olokan. Mereka itu memperoleh azab yang menghinakan.” (Luqman:6)

Pendapat-pendapat Islami seputar musik dan menyanyi yang berbeda dengan pendapat penulis, tetap penulis hormati.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menyanyi (al-ghina’ / at-taghanni). Sebagian mengharamkan nyanyian dan sebagian lainnya menghalalkan. Masing-masing mempunyai dalilnya sendiri-sendiri. Berikut sebagian dalil masing-masing, seperti diuraikan oleh al-Ustadz Muhammad al-Marzuq Bin Abdul Mu’min al-Fallaty mengemukakan dalam kitabnya Saiful Qathi’i lin-Niza’ bab Fi Bayani Tahrimi al-Ghina’ wa Tahrim Istima’ Lahu

Dalil-Dalil Yang Mengharamkan Nyanyian:
a. Berdasarkan firman Allah:
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.” (Qs. Luqmân [31]: 6)

Beberapa ulama menafsirkan maksud lahwal hadits ini sebagai nyanyian, musik atau lagu, di antaranya al-Hasan, al-Qurthubi, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud.

Ayat-ayat lain yang dijadikan dalil pengharaman nyanyian adalah Qs. an-Najm [53]: 59-61; dan Qs. al-Isrâ’ [17]: 64 (Abi Bakar Jabir al-Jazairi, Haramkah Musik Dan Lagu? (al-I’lam bi Anna al-‘Azif wa al-Ghina Haram), hal. 20-22).

b. Hadits Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif).” [HR. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits no. 5590].

c. Hadits Aisyah ra Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan menjualbelikannya, mempelajarinya atau mendengar-kannya.” Kemudian beliau membacakan ayat di atas. [HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Mardawaih].

d. Hadits dari Abu Umamah ra, Rasulullah Saw bersabda:

“Orang yang bernyanyi, maka Allah SWT mengutus padanya dua syaitan yang menunggangi dua pundaknya dan memukul-mukul tumitnya pada dada si penyanyi sampai dia berhenti.” [HR. Ibnu Abid Dunya.].

e. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1. Alunan suara nyanyian yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan (mazamirus syaithan). 2. Ratapan seorang ketika mendapat musibah sehingga menampar wajahnya sendiri dan merobek pakaiannya dengan ratapan syetan (rannatus syaithan).”

Dalil-Dalil yang Menghalalkan Nyanyian:

a. Firman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).

b. Hadits dari Nafi’ ra, katanya:

Aku berjalan bersama Abdullah Bin Umar ra. Dalam perjalanan kami mendengar suara seruling, maka dia menutup telinganya dengan telunjuknya terus berjalan sambil berkata; “Hai Nafi, masihkah kau dengar suara itu?” sampai aku menjawab tidak. Kemudian dia lepaskan jarinya dan berkata; “Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Saw.” [HR. Ibnu Abid Dunya dan al-Baihaqi].

c. Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata:

Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda:

“Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” [HR. Bukhari, dalam Fâth al-Bârî, juz. III, hal. 113, dari Aisyah ra].

d. Dari Aisyah ra; dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar. Tiba-tiba Rasulullah Saw bersabda:

“Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada permainan.” [HR. Bukhari].

e. Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Umar melewati shahabat Hasan sedangkan ia sedang melantunkan syi’ir di masjid. Maka Umar memicingkan mata tidak setuju. Lalu Hasan berkata:

“Aku pernah bersyi’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia daripadamu (yaitu Rasulullah Saw)” [HR. Muslim, juz II, hal. 485].

Imam asy-Syafi’i mengatakan bahwa tidak dibenarkan dari Nabi Saw ada dua hadits shahih yang saling bertentangan, di mana salah satunya menafikan apa yang ditetapkan yang lainnya, kecuali dua hadits ini dapat dipahami salah satunya berupa hukum khusus sedang lainnya hukum umum, atau salah satunya global (ijmal) sedang lainnya adalah penjelasan (tafsir). Pertentangan hanya terjadi jika terjadi nasakh (penghapusan hukum), meskipun mujtahid belum menjumpai nasakh itu (Imam asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul Ila Tahqiq al-Haq min ‘Ilm al-Ushul, hal. 275).

Karena itu, jika ada dua kelompok dalil hadits yang nampak bertentangan, maka sikap yang lebih tepat adalah melakukan kompromi (jama’) di antara keduanya, bukan menolak salah satunya. Jadi kedua dalil yang nampak bertentangan itu semuanya diamalkan dan diberi pengertian yang memungkinkan sesuai proporsinya. Itu lebih baik daripada melakukan tarjih, yakni menguatkan salah satunya dengan menolak yang lainnya. Dalam hal ini Syaikh Dr. Muhammad Husain Abdullah menetapkan kaidah ushul fiqih:

Al-‘amal bi ad-dalilaini —walaw min wajhin— awlâ min ihmali ahadihima “Mengamalkan dua dalil —walau pun hanya dari satu segi pengertian— lebih utama daripada meninggalkan salah satunya.” (Syaikh Dr. Muhammad Husain Abdullah, Al-Wadhih fi Ushul Al-Fiqh, hal. 390).

Prinsip yang demikian itu dikarenakan pada dasarnya suatu dalil itu adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan (tak diamalkan). Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan:

Al-ashlu fi ad-dalil al-i’mal lâ al-ihmal “Pada dasarnya dalil itu adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan.” (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, juz 1, hal. 239).

Atas dasar itu, kedua dalil yang seolah bertentangan di atas dapat dipahami sebagai berikut : bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan hukum umum nyanyian. Sedang dalil yang membolehkan, menunjukkan hukum khusus, atau perkecualian (takhsis), yaitu bolehnya nyanyian pada tempat, kondisi, atau peristiwa tertentu yang dibolehkan syara’, seperti pada hari raya. Atau dapat pula dipahami bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan keharaman nyanyian secara mutlak. Sedang dalil yang menghalalkan, menunjukkan bolehnya nyanyian secara muqayyad (ada batasan atau kriterianya) (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 63-64; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 102-103).
Dari sini kita dapat memahami bahwa nyanyian ada yang diharamkan, dan ada yang dihalalkan. Nyanyian haram didasarkan pada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, yaitu nyanyian yang disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi’il), atau sarana (asy-yâ’), misalnya disertai khamr, zina, penampakan aurat, ikhtilath (campur baur pria–wanita), atau syairnya yang bertentangan dengan syara’, misalnya mengajak pacaran, mendukung pergaulan bebas, mempropagandakan sekularisme, liberalisme, nasionalisme, dan sebagainya. Nyanyian halal didasarkan pada dalil-dalil yang menghalalkan, yaitu nyanyian yang kriterianya adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemunkaran. Misalnya nyanyian yang syairnya memuji sifat-sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani Rasul, mengajak taubat dari judi, mengajak menuntut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta, dan semisalnya (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 64-65; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 103).

Hukum Mendengarkan Nyanyian (Sama’ al-Ghina’)

Hukum menyanyi tidak dapat disamakan dengan hukum mendengarkan nyanyian. Sebab memang ada perbedaan antara melantunkan lagu (at-taghanni bi al-ghina’) dengan mendengar lagu (sama’ al-ghina’). Hukum melantunkan lagu termasuk dalam hukum af-‘âl (perbuatan) yang hukum asalnya wajib terikat dengan hukum syara’ (at-taqayyud bi al-hukm asy-syar’i). Sedangkan mendengarkan lagu, termasuk dalam hukum af-‘âl jibiliyah, yang hukum asalnya mubah. Af-‘âl jibiliyyah adalah perbuatan-perbuatan alamiah manusia, yang muncul dari penciptaan manusia, seperti berjalan, duduk, tidur, menggerakkan kaki, menggerakkan tangan, makan, minum, melihat, membaui, mendengar, dan sebagainya. Perbuatan-perbuatan yang tergolong kepada af-‘âl jibiliyyah ini hukum asalnya adalah mubah, kecuali adfa dalil yang mengharamkan.

Hukum Memainkan Alat Musik

Bagaimanakah hukum memainkan alat musik, seperti gitar, piano, rebana, dan sebagainya? Jawabannya adalah, secara tekstual (nash), ada satu jenis alat musik yang dengan jelas diterangkan kebolehannya dalam hadits, yaitu ad-duff atau al-ghirbal, atau rebana. Sabda Nabi Saw:

“Umumkanlah pernikahan dan tabuhkanlah untuknya rebana (ghirbal).” [HR. Ibnu Majah] ( Abi Bakar Jabir al-Jazairi, Haramkah Musik Dan Lagu? (Al-I’lam bi Anna al-‘Azif wa al-Ghina Haram), hal. 52; Toha Yahya Omar, Hukum Seni Musik, Seni Suara, Dan Seni Tari Dalam Islam, hal. 24).

Adapun selain alat musik ad-duff / al-ghirbal, maka ulama berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan dan ada pula yang menghalalkan.

Dalam hal ini penulis cenderung kepada pendapat Syaikh Nashiruddin al-Albani. Menurut Syaikh Nashiruddin al-Albani hadits-hadits yang mengharamkan alat-alat musik seperti seruling, gendang, dan sejenisnya, seluruhnya dha’if. Memang ada beberapa ahli hadits yang memandang shahih, seperti Ibnu Shalah dalam Muqaddimah ‘Ulumul Hadits, Imam an-Nawawi dalam Al-Irsyad,
Kesimpulannya, memainkan alat musik apa pun, adalah mubah. Inilah hukum dasarnya. Kecuali jika ada dalil tertentu yang mengharamkan, maka pada saat itu suatu alat musik tertentu adalah haram. Jika tidak ada dalil yang mengharamkan, kembali kepada hukum asalnya, yaitu mubah.

Kesimpulan
a) Bertujuan menghibur dan menggairahkan perbuatan baik (khayr / ma’ruf) dan menghapus kemaksiatan, kemungkaran, dan kezhaliman. Misalnya, mengajak jihad fi sabilillah, mengajak mendirikan masyarakat Islam. Atau menentang judi, menentang pergaulan bebas, menentang pacaran, menentang kezaliman penguasa sekuler.

b) Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar (meniru orang kafir dalam masalah yang bersangkutpaut dengan sifat khas kekufurannya) baik dalam penampilan maupun dalam berpakaian. Misalnya, mengenakan kalung salib, berpakaian ala pastor atau bhiksu, dan sejenisnya.

c) Tidak menyalahi ketentuan syara’, seperti wanita tampil menampakkan aurat, berpakaian ketat dan transparan, bergoyang pinggul, dan sejenisnya. Atau yang laki-laki memakai pakaian dan/atau asesoris wanita, atau sebaliknya, yang wanita memakai pakaian dan/atau asesoris pria. Ini semua haram.

Instrumen/Alat Musik

Dengan memperhatikan instrumen atau alat musik yang digunakan para shahabat, maka di antara yang mendekati kesamaan bentuk dan sifat adalah:

a) Memberi kemaslahatan bagi pemain ataupun pendengarnya. Salah satu bentuknya seperti genderang untuk membangkitkan semangat.

b) Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar dengan alat musik atau bunyi instrumen yang biasa dijadikan sarana upacara non muslim.

Dalam hal ini, instrumen yang digunakan sangat relatif tergantung maksud si pemakainya. Dan perlu diingat, hukum asal alat musik adalah mubah, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Referensi:
Maroji : Fatwa-fatwa Kontemporer, Yusuf Qardhawy
Sumber : albayan.or.id
 
© Copyright 2012. SAMBO KRITIS| Kembali ke Atas