Berqurban adalah menyembelih hewan qurban/udh-hiyah/ternak (Unta,
Sapi/Kerbau, Kambing, dan Domba) setelah shalat Iedul Adha dan hari
Tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah) dalam rangka mendekatkan diri kepada
Allah.
Dasar perintahnya adalah:
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah” [Al Kautsar 2]
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan
(kurban), supaya mereka menyebut nama
Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)” [Al Hajj 34]
Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)” [Al Hajj 34]
Hukum Qurban
Dalam hal ini para ulama terbagi dalam dua pendapat:
Pertama, wajib bagi orang yang berkelapangan. Ulama yang berpendapat
demikian adalah Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam
Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Sa’ad serta sebagian ulama
pengikut Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Ibnu
‘Utsaimin rahimahumullah. Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan: “Pendapat yang
menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pada pendapat yang
menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu hanya diwajibkan bagi yang
mampu…” (lih. Syarhul Mumti’, III/408) Diantara dalilnya adalah hadits
Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban
maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah
3123, Al Hakim 7672)
Pendapat kedua menyatakan Sunnah Mu’akkadah (ditekankan). Dan ini
adalah pendapat mayoritas ulama yaitu Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm
dan lain-lain. Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan riwayat
dari Abu Mas’ud Al Anshari ra. Beliau mengatakan, “Sesungguhnya aku
sedang tidak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yang
berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku
mengira qurban itu adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi
dengan sanad shahih).
Demikian pula dikatakan oleh Abu Sarihah, “Aku melihat Abu Bakar dan
Umar sementara mereka berdua tidak berqurban.” (HR. Abdur Razzaaq dan
Baihaqi, sanadnya shahih) Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada riwayat sahih
dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.” (lihat
Shahih Fiqih Sunnah, II/367-368, Taudhihul Ahkaam, IV/454)
Dalil-dalil di atas merupakan dalil pokok yang digunakan
masing-masing pendapat. Jika dijabarkan semuanya menunjukkan
masing-masing pendapat sama kuat.
Sebagian ulama memberikan jalan keluar dari perselisihan dengan
menasehatkan: “…selayaknya bagi mereka yang mampu, tidak meninggalkan
berqurban. Karena dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan
melepaskan tanggungan, wallahu a’lam.” (Tafsir Adwa’ul Bayan, 1120)
Dasar memotong hewan Kurban pada Hari Raya Haji bersumber dari sunnah
Nabi Ibrahim dan Ismail. Karena ketakwaannya yang dalam, mereka rela
menjalankan perintah Allah meski itu berarti harus mengorbankan anak
yang tersayang dan diri sendiri.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar.”
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya.
Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah
membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian” [Ash Shaaffaat 102-108]
Kita harus senantiasa bertakwa, yaitu menjalankan segala perintah
Allah dan menjauhi segala laranganNya, agar kurban kita mendapat ridho
Allah.
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya…[Al Hajj 37]
Hewan kurban tidak boleh disembelih sebelum sholat Iedul Adha. Tapi dilakukan setelah shalat.
Jundab Ibnu Sufyan ra berkata: Aku mengalami hari raya Adlha bersama
Rasulullah SAW Setelah beliau selesai sholat bersama orang-orang, beliau
melihat seekor kambing telah disembelih. Beliau bersabda: “Barangsiapa
menyembelih sebelum sholat, hendaknya ia menyembelih seekor kambing lagi
sebagai gantinya; dan barangsiapa belum menyembelih, hendaknya ia
menyembelih dengan nama Allah.” Muttafaq Alaihi.
Hewan Kurban tidak boleh cacat (buta meski cuma sebelah, ompong,
pincang, tua, atau robek telinganya). Harus sempurna, cukup umur, dan
tidak sakit. Jangan pula terlalu kurus sehingga terlihat jelas tulang
rusuknya.
Al-Bara’ Ibnu ‘Azib ra berkata: Rasulullah SAW berdiri di
tengah-tengah kami dan bersabda: “Empat macam hewan yang tidak boleh
dijadikan kurban, yaitu: yang tampak jelas butanya, tampak jelas
sakitnya, tampak jelas pincangnya, dan hewan tua yang tidak bersum-sum.”
Riwayat Ahmad dan Imam Empat.
Ali ra berkata: Rasulullah SAW memerintahkan kami agar memeriksa mata
dan telinga, dan agar kami tidak mengurbankan hewan yang buta, yang
terpotong telinga bagian depannya atau belakangnya, yang robek
telinganya, dan tidak pula yang ompong gigi depannya. Riwayat Ahmad dan
Imam Empat.
Jabir meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian
menyembelih (qurban) kecuali musinnah. Kecuali apabila itu menyulitkan
bagi kalian maka kalian boleh menyembelih domba jadza’ah.” (Muttafaq
‘alaih)
Hadis riwayat Uqbah bin Amir ra.:
Bahwa Rasulullah saw. memberinya kambing-kambing untuk dibagikan
kepada para sahabat sebagai kurban. Lalu tinggallah seekor anak kambing
kacang. Uqbah melaporkannya kepada Rasulullah saw. maka beliau bersabda:
Sembelihlah itu olehmu! Perkataan Qutaibah kepada kawannya. (Shahih
Muslim No.3633)
Umur minimal untuk Unta=5 tahun, Sapi=2 tahun, Kambing=1 tahun, dan domba=6 bulan.
Hewan qurban sebaiknya dihabiskan dalam waktu 3 hari agar terjadi pemerataan (orang-orang miskin juga kebagian).
Hadis riwayat Ali bin Abu Thalib ra.:
Dari Abu Ubaid, ia berkata: Aku pernah salat Idul Adha bersama Ali
bin Abu Thalib ra. Beliau memulai dengan salat terlebih dulu sebelum
khutbah dan beliau berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw. melarang kami
makan daging kurban sesudah tiga hari. (Shahih Muslim No.3639)
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Dari Nabi saw., beliau bersabda: Seseorang tidak boleh makan daging kurbannya lebih dari tiga hari. (Shahih Muslim No.3641)
Setelah ummat Islam makmur, Nabi menghapus larangan di atas:
Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra.:
Dari Nabi saw. beliau melarang makan daging kurban sesudah tiga hari.
Sesudah itu beliau bersabda: Makanlah, berbekal dan simpanlah. (Shahih
Muslim No.3644)
Hadis riwayat Salamah bin Akwa` ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa di antara kalian
menyembelih kurban, maka janganlah ia menyisakan sedikitpun di rumahnya
sesudah tiga hari. Pada tahun berikutnya, orang-orang bertanya: Wahai
Rasulullah, apakah kami harus berbuat seperti tahun lalu? Rasulullah
saw. menjawab: Tidak! Tahun itu (tahun lalu) kaum muslimin masih banyak
yang kekurangan. Jadi aku ingin daging kurban itu merata pada mereka.
(Shahih Muslim No.3648)
Nabi menyuruh kita menghabiskan daging kurban dalam waktu 3 hari
kurang karena dulu ummat Islam banyak yang melarat. Saat ini pun di
Indonesia seperti itu. Oleh karena itu kita bisa mengikuti sunnah Nabi
di atas.
Untuk sapi orang bisa berserikat untuk 7 orang, dan unta untuk 10 orang:
Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:
Pada tahun Hudaibiah kami berkurban bersama Rasulullah saw. dengan
seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang pula.
(Shahih Muslim No.2322)
Dari Ibnu Abbas ra beliau mengatakan, “Dahulu kami penah bersafar
bersama Rasulullah SAW lalu tibalah hari raya Iedul Adha maka kami pun
berserikat sepuluh orang untuk qurban seekor onta. Sedangkan untuk
seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.” (Ibnu Majah 2536)
Sunah berkurban dan menyembelih sendiri, tanpa mewakilkan, serta menyebut nama Allah dan takbir
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Nabi saw. berkurban dengan dua ekor kibas berwarna putih agak
kehitam-hitaman yang bertanduk. Beliau menyembelih keduanya dengan
tangan beliau sendiri, seraya menyebut asma Allah dan bertakbir
(bismillahi Allahu akbar). Beliau meletakkan kaki beliau di atas belikat
kedua kambing itu (ketika hendak menyembelih). (Shahih Muslim No.3635)
Nabi membeli hewan Kurban/Domba seharga 1 dinar (4,25 gram emas 22 karat / sekitar Rp 1,4 juta).
Dari Urwah al-Bariqy ra bahwa Rasulullah SAW pernah mengutusnya
dengan uang satu dinar untuk membelikan beliau hewan qurban.” [Bukhari]
Bolehkah orang yang berkurban memakan hewan kurban? Jawabannya boleh.
Ummat Islam dulu biasa membagi daging kurban sebanyak 3 bagian. 1/3
untuk keluarga mereka, 1/3 sebagai hadiah bagi orang yang mampu, dan 1/3
lagi bagi fakir miskin.
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya
mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki
yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka
makanlah sebahagian daripadanya dan sebagian lagi berikanlah untuk
dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” [Al Hajj 28]
“… Kemudian apabila telah mati, maka makanlah sebagiannya dan beri
makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak
meminta-minta) dan orang yang meminta…” [Al Hajj 36]
Tukang jagal mendapat bagian/upah dari orang yang berkurban. Jadi
tidak mengambil hak fakir miskin dan yang lainnya. Ada pun daging,
kulit, serta bagian-bagian terbaik lain harus disedekahkan.
Hadis riwayat Ali ra., ia berkata:
Rasulullah saw. pernah menyuruhku untuk mengurusi hewan kurbannya,
menyedekahkan dagingnya, kulitnya serta bagian-bagiannya yang terbaik
dan melarangku memberikannya kepada tukang jagal. Beliau bersabda: Kita
akan memberinya dari yang kita miliki. (Shahih Muslim No.2320)
Ali r.a. berkata, “Nabi menyerahkan kurban seratus ekor unta lalu
menyuruh saya. Kemudian saya mengurus kurban-kurban tersebut. Lalu
beliau menyuruh saya membagi-bagikan dagingnya, pelananya, dan kulitnya.
Juga agar saya tidak memberikan sedikitpun sebagai upah
penyembelihannya.”[HR Bukhari]
Cara Nabi menyembelih hewan kurban:
Dari Anas Ibnu Malik ra bahwa Nabi SAW biasanya berkurban dua ekor
kambing kibas bertanduk. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, dan
beliau meletakkan kaki beliau di atas dahi binatang itu. Dalam suatu
lafadz: Beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri. Dalam suatu
lafadz: Dua ekor kambing gemuk. – Dalam suatu lafadz riwayat Muslim:
Beliau membaca bismillahi wallaahu akbar.” [Bulughul Marom]
Menurut riwayatnya dari hadits ‘Aisyah ra bahwa beliau pernah
menyuruh dibawakan dua ekor kambing kibas bertanduk yang kaki, perut,
dan sekitar matanya berwarna hitam. Maka dibawakanlah hewai itu kepada
beliau. Beliau bersabda kepada ‘Aisyah: “Wahai ‘Aisyah, ambillah pisau.”
Kemudian bersabda lagi: “Asahlah dengan batu.” ‘Aisyah melaksanakannya.
Setelah itu beliau mengambil pisau dan kambing, lalu membaringkannya,
dan menyembelihnya seraya berdoa: “Dengan nama Allah. Ya Allah,
terimalah (kurban ini) dari Muhammad, keluarganya, dan umatnya.”
Kemudian beliau berkurban dengannya. [Bulughul Marom]
Boleh menyembelih dengan apa saja yang dapat menumpahkan darah, kecuali gigi, kuku dan tulang
Hadis riwayat Rafi` bin Khadij ra., ia berkata:
Saya berkata kepada Rasulullah saw.: Wahai Rasulullah, kami akan
bertemu musuh besok sedangkan kami tidak mempunyai pisau. Rasulullah
saw. bersabda: Segerakanlah atau sembelihlah dengan apa saja yang dapat
menumpahkan darah dan sebutlah nama Allah, maka engkau boleh memakannya
selama alat itu bukan gigi dan kuku. Akan kuberitahukan kepadamu: Adapun
gigi maka itu adalah termasuk tulang sedangkan kuku adalah pisau orang
Habasyah. Kemudian kami mendapatkan rampasan perang berupa unta dan
kambing. Lalu ada seekor unta melarikan diri. Seseorang melepaskan panah
ke arah unta itu sehingga unta itupun tertahan. Rasulullah saw.
bersabda: Memang unta itu ada juga yang liar seperti binatang-binatang
lain karena itu apabila kalian mengalami keadaan demikian, maka kalian
dapat bertindak seperti tadi. (Shahih Muslim No.3638)
Menyembelih unta dalam keadaan berdiri dan terikat
“..Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari
syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka
sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan
berdiri (dan telah terikat)…” [Al Hajj 36]
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa ia menghampiri seorang lelaki yang sedang menyembelih untanya
dalam keadaan menderum lalu ia (Ibnu Umar) berkata: Bangunkanlah agar
dalam keadaan berdiri dan terikat karena demikianlah sunah Nabi kamu
sekalian. (Shahih Muslim No.2330)
Tempat Kurban:
“Dahulu Rasulullah SAW biasa menyembelih kambing dan onta (qurban) di lapangan tempat shalat.” (HR. Bukhari 5552).
Tata Cara Penyembelihan
Sebaiknya pemilik qurban menyembelih hewan qurbannya sendiri.
Apabila pemilik qurban tidak bisa menyembelih sendiri maka sebaiknya dia ikut datang menyaksikan penyembelihannya.
Hendaknya memakai alat yang tajam untuk menyembelih.
Hewan yang disembelih dibaringkan di atas lambung kirinya dan
dihadapkan ke kiblat. Kemudian pisau ditekan kuat-kuat supaya cepat
putus.
Ketika akan menyembelih disyari’akan membaca “Bismillaahi wallaahu
akbar” ketika menyembelih. Untuk bacaan bismillah hukumnya wajib menurut
Imam Abu Hanifah, Malik dan Ahmad, sedangkan menurut Imam Syafi’i
hukumnya sunnah. Adapun bacaan takbir – Allahu akbar – para ulama
sepakat kalau hukum membaca takbir ketika menyembelih ini adalah sunnah
dan bukan wajib. Kemudian diikuti bacaan:
hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud 2795) Atau
hadza minka wa laka ‘anni atau ‘an fulan (disebutkan nama shahibul qurban).” atau
Berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, “Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shahibul qurban)”
Sumber:
Hadits Web 3.0 yang bisa didownload di www.media-islam.or.id
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/fiqih-qurban.html
http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=573
Tidak ada komentar:
Posting Komentar